Minahasa (dahulu disebut Tanah Malesung)
adalah kawasan semenanjung yang berada di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia.
Kawasan ini terletak di bagian timur laut pulau Sulawesi,
yang mencakup luas 27.515 km persegi, dan terdiri dari empat daerah, yaitu: Bolaang Mongondow, Gorontalo,
Minahasa dan kepulauan Sangihe dan Talaud.
Minahasa juga terkenal akan
tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman
dan binatang, darat maupun laut. Terdapat berbagai tumbuhan seperti kelapa dan
kebun-kebun cengkeh, dan juga berbagai variasi
buah-buahan dan sayuran. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara lain
binatang langka seperti burung Maleo, Kuskus, Babirusa,
Anoa
dan Tangkasi (Tarsius
Spectrum).
Nama
dari tanah Minahasa telah diubah beberapa kali: Batacina-Malesung-Minaesa dan
akhirnya nama saat Minahasa yang artinya "menjadi satu kesatuan".
Nama ini berasal dari perang melawan Kerajaan Bolaang Mangondow selatan. Namun,
sumber lain menyebutkan bahwa nama asli Minahasa Malesung, yang berarti
"padi berputar", kemudian diubah menjadi Se Mahasa, yang berarti
"mereka yang menyatukan," dan akhirnya Minahasa, artinya [3]
"menjadi satu kesatuan."Tulisan kuno Minahasa disebut Aksara Malesung terdapat di beberapa
batu prasasti di antaranya berada
di Pinawetengan. Aksara Malesung
merupakan tulisan hieroglif, yang hingga kini masih sulit
diterjemahkan.
Kerajaan dan
Pemerintahan
Pemerintahan
kerajaan di Sulawesi Utara berkembang menjadi kerajaan besar yang memiliki
pengaruh luas ke luar Sulawesi atau ke Maluku. Pada 670, para pemimpin
suku-suku yang berbeda, yang semua berbicara bahasa yang berbeda, bertemu
dengan sebuah batu yang dikenal sebagai Watu Pinawetengan. Di sana mereka
mendirikan sebuah komunitas negara merdeka, yang akan membentuk satu unit dan
tetap bersama dan akan melawan setiap musuh luar jika mereka diserang. Bagian
anak Suku Minahasa yang mengembangkan pemerintahannya sehingga memiliki
pengaruh luas adalah anak suku Tonsea pada abad 13, yang pengaruhnya sampai ke
Bolaang Mongondow dan daerah lainnya. Kemudian keturunan campuran anak suku
Pasan Ponosakan dan Tombulu yang membangun pemerintahan kerajaan dan terpisah
dari ke empat suku lainnya di Minahasa. Baca tulisan David DS Lumoindong
mengenai Kerajaan di Sulawesi Utara.
Etimologi
Minahasa secara etimologi berasal dari kata
Mina-Esa (Minaesa) atau Maesa yang berarti jadi satu atau menyatukan, maksudnya harapan
untuk menyatukan berbagai kelompok sub-etnik Minahasa yang terdiri dari Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour (Tondano), Tonsawang, Ponosakan, Pasan, dan Bantik.
Nama
"Minahasa" sendiri baru digunakan belakangan. "Minahasa"
umumnya diartikan "telah menjadi satu". Palar mencatat, berdasarkan
beberapa dokumen sejarah disebut bahwa pertama kali yang menggunakan kata
"minahasa" itu adalah J.D. Schierstein, Residen Manado, dalam laporannya kepada Gubernur Maluku pada 8 Oktober 1789. "Minahasa" dalam laporan itu diartikan sebagai Landraad
atau "Dewan Negeri" (Dewan Negara) atau juga "Dewan
Daerah".
Nama
Minaesa pertama kali muncul pada
perkumpulan para "Tonaas" di Watu Pinawetengan (Batu Pinabetengan).
Nama Minahasa yang dipopulerkan
oleh orang Belanda pertama kali muncul dalam laporan Residen J.D. Schierstein, tanggal 8 Oktober 1789, yaitu tentang
perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik Bantik dan Tombulu (Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai
"Perang Tateli".
Adapun suku Minahasa terdiri dari berbagai anak suku atau Pakasaan yang artinya
kesatuan: Tonsea (meliputi Kabupaten
Minahasa Utara,
Kota Bitung, dan wilayah Tonsea
Lama di Tondano), anak suku Toulour (meliputi Tondano, Kakas, Remboken, Eris, Lembean Timur dan Kombi), anak suku Tontemboan (meliputi Kabupaten
Minahasa Selatan,
dan sebagian Kabupaten Minahasa), anak suku Tombulu
(meliputi Kota Tomohon, sebagian Kabupaten
Minahasa, dan Kota Manado), anak suku Tonsawang (meliputi Tombatu dan Touluaan), anak suku Ponosakan (meliputi Belang), dan Pasan (meliputi Ratahan). Satu-satunya anak
suku yang mempunyai wilayah yang tersebar adalah anak suku Bantik yang mendiami
negeri Maras, Molas, Bailang, Talawaan Bantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang (Minanga), Kalasey, Tanamon dan Somoit (tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi
Utara). Masing-masing anak suku mempunyai bahasa, kosa kata dan dialek yang
berbeda-beda namun satu dengan yang lain dapat memahami arti kosa kata tertentu
misalnya kata kawanua yang artinya sama
asal kampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar